"Een kind zonder moeder is een bloem zonder regen"
Menghadapi konflik internal dalam keluarga kecil ku tetiba jadi inget pepatah negeri kincir angin diatas, yang pernah ku baca dari sebuah novel berjudul One Fine Day in Leiden - Feba Sukmana.
Seorang anak tanpa ibu bagaikan sekuntum bunga yang tak pernah tersiram hujan -- kira kira begitulah artinya.
Ditinggal pergi oleh mama di saat aku dan kedua adik ku masi kecil, membuat kami kekurangan kasih sayang dan perhatian dari seorang ibu. Meskipun ada sosok ayah yang selalu menjaga dan merawat kami hingga kami tumbuh sebesar ini dengan seorang diri, jujur ku akui semua itu tidak cukup bagi ku, tidak, tidak pernah cukup.
Mama dan papa, cara mereka mencurahkan kasih sayang itu berbeda. Cara papa mengekspresikan rasa sayang nya tidak secara langsung dengan kata2, cenderung lebih banyak lewat tindakan. Saat menyampaikan nasihat, kata2 dan pemilihan kata yang papa sampaikan terkesan seperti marah2 terkadang sering disalah artikan oleh adik2. Sampai akhirnya kini keduanya jadi pembangkang, gak pernah mau lagi mendengarkan ucapan papa.
Mama dan papa, cara mereka mencurahkan kasih sayang itu berbeda. Cara papa mengekspresikan rasa sayang nya tidak secara langsung dengan kata2, cenderung lebih banyak lewat tindakan. Saat menyampaikan nasihat, kata2 dan pemilihan kata yang papa sampaikan terkesan seperti marah2 terkadang sering disalah artikan oleh adik2. Sampai akhirnya kini keduanya jadi pembangkang, gak pernah mau lagi mendengarkan ucapan papa.
Sedih dan gak bersemagat rasanya, lagi-lagi hubungan antara adik2 dan papa kembali merenggang. Padahal 2 bulan terakhir rasanya aku baru bersyukur dan lega karna hubungan ku dengan kedua adik ku dan hubungan papa dengan kedua adik ku menjadi sedikit lebih dekat dan akrab.
Sedih banget rasanya, adikku sebagai anak laki2 pertama dikeluarga kami yang aku harapkan bisa menjaga dan bertanggung jawab atas keluarga ini gak pernah akur dan bertindak ke papa seperti ini. Hanya karna masalah sepele, karna punya sifat yang sama2 emosian akhirnya berperang mulut berakhir saling cuek cuekan tanpa tegur sapa.
Sesedih2nya aku, yang paling kecewa dan sedih disini ya pasti papa.
Masalah dengan adik yg pertama belum kelar kini adik yang bungsu kembali bertingkah menambah beban pikiran.
2 hari bolos sekolah, dan berkata tidak mau sekolah karna merasa kesulitan mengikuti pelajaran. Papa yang sudah capek memberi nasehat ke dia, lalu membiarkan dia memilih keputusannya sendiri.
Sebagai kakak aku tau, aku juga bertanggung jawab untuk menasehati adik2ku. Tapi rasanya enggan lagi karna sering berujung kecewa, sakit hati dan menangis sedih karna tidak dihargai sebagai kakak.
Adik yg pertama hanya lulus SMP, apa si bungsu pengen ngikutin jejak abangnya ? Bagaimana masa depannya ????
Saat situasi seperti ini jadi sering berandai2 kalo saja mama masi hidup. Mungkin kelurga ini gak akan berantakan seperti sekarang ini 😢
Terkadang aku merasa hidup ini gak adil dan begitu kejam.
Tidak cukupkah mengambil Mama dari keluarga kami ?
Masih belum puaskah kemudian memisahkan keluarga kami dengan tempat tinggal yang berbeda ?
Haruskah keluarga ini terus merenggang bagai orang asing satu sama lain ?
Entah karma buruk apa yang telah ku perbuat dimasa lampau.
Ya Tuhan, apa yang harus ku lakukan agar keluarga ini kembali akur dan harmonis kembali ?
Mohon segera persatukan keluarga kami dengan caraMu.
Komentar
Posting Komentar